Saturday, March 9, 2019

Nasehat Untuk Orang Yang Susah Untuk Berubah



Hal yang sering dilupakan, berpikir tentang kehidupan setelah kematian


Perubahan, adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Kalau dilihat sebenarnya mudah sih, tinggal berpindah dari keadaan A ke keadaan B. Namun hal itu tidak semudah yang dikatakan.

Entah mungkin karena sadar ataupun tidak sadar. Sering kita mungkin merasa bahwa perubahan menuju yang lebih baik itu harus selalu ajaib dan menakjubkan, serta membuat hidup kita lebih baik, namun mungkin kalau hal sebaliknya terjadi, akan sangat sulit kita tidak akan mau menerimannya.

Kita harus sadar, tidak semua perubahan itu akan seketika membuat hidup kita lebih mudah.

Akan ada saja cobaan yang menghadang, entah kemiskinan ataukah ketidakpercayaan teman hanya karena kita berusaha untuk jujur.

Kenapa kita merasa sulit untuk berubah?

Padahal kita sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah.

Apakah karena kita takut tidak bisa berhasil?takut kehidupan kita lebih buruk?

Apakah kita takut tidak bisa melakukan suatu hal dengan baik kalau kita jujur?padahal saat berbohong, atau saat melakukan dosa, kita merasa bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang baik.

Sulitkah bagi kita untuk menerima kebenaran?

Hey kau yang masih sekolah!! jangan mencontek!! Mencontek itu perbuatan jelek!! Bukankah itu namanya berbohong? Demi apa? Nilai bagus? Disanjung orang tua?

Sebegitu sulitnya meninggalkan sebuah kebiasaan buruk itu?

Apakah sebenarnya mungkin kita takut kehilangan teman?

Teman macam apa yang mengajak pada keburukan? Mereka bukanlah teman.

Hey kau yang masih melakukan riba!!

Apakah begitu susah keluar dari pekerjaanmu?tinggal keluar, selesai urusan. Tidak perlu berbelit-belit. Sebagian besar dari kita mungkin hanya takut miskin, bukan yang lain.

Hey kau guru- guru yang membiarkan muridnya mencontek!! Kenapa kalian melakukan itu?

Apa takut dipecat karena murid banyak yang gagal?

Sebegitu susahnya kah mempertahankan kejujuran?

Jangan dikira Allah tidak melihat, bahwa bibit - bibit koruptor bisa lahir dari ketidakbecusan kalian.


Iya, memang kehidupan yang lita jalani itu sulit. Siapa bilang kehidupan orang - orang yang diridhoi oleh sang pencipta bakal mudah?

Apakah kita semua tidak sadar bahwa sebenarnya kehidupan yang kita jalani adalah ujian dari Allah?

Lihat bagaimana kebiasaan - kebisaan buruk itu bisa membawa ke neraka. Apalagi bila kita lakukan dengan bangga dan senyum lebar.

Bisa saja kita mati saat ini juga, demgan keadaan kita tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang salah dan bisa membawa kita ke neraka.

Coba bayangkan sedikit saja. Berapa banyak waktu tersita dan terbuang karena kita tidak bisa mengontrol diri kita ini. Apalagi jika hal - hal buruk dilakukan selama lebih dari belasan tahun.

Bayangkan, kita semua punya waktu yang sama. Tapi terus saja kita berpikir untuk mendapatkan kesempatan kembali ke masa lalu dengan memori yang masih menancap Sekarang. Kita ingin mengulang hidup ini lagi, namu kita tahu semua itu hanya hayalan dan fiksi. Menyesal boleh, tapi kalau kita lupa bahwa hal yang terjadi sudah takdir, bisa - bisa hidup tidak akan pernah maju.

Tapi sekarang setidaknya hal ini menjadi pelajaran berharga dan tidak ternilai. Berterima kasihlah kepada Allah yang tidak meletakkan cobaan yang lebih buruk dihadapan kita.

Bayangkan bahwa setiap manusia punya ujian yang khusus hanya untuk dia. Ada yang diuji dengan kemiskinan, dalam kesempatan lain, keluarganya serba cukup, anak - anaknya bisa sekolah. Bahkan tidak punya hutang. Ada yg diuji dengan wanita, nafsu dan sejenisnya, padahal sudah kaya, gampang cari uang plus punya perusahaan. Ada yang sudah kaya, punya perusahaan, tapi diuji dengan kebangkrutan dan riba.

Yakin saja, kalau kita melihat ujian orang lain, belum tentu kita mampu menjalaninya. Meskipun di mata kita, hidup mereka serba gampang. Contoh lain, coba kalau kita lihat orang - orang yang diuji sebagai seorang yang kaya di sayang keluarga tapi kita tidak punya tangan dan kaki, atau contoh yang lebih mengagetkan kita tidak punya pendengaran dan pengelihatan dari lahir, apakah kita bakal mampu menjalaninya?

Jika kita melihat apa yang terjadi, bahkan hal yang sudah menjadi takdir itu sudah berlalu. Meskipun hal itu buruk dan dosa, jangan sampai kita  "menjustifikasi" bahwa hal salah, dosa dan hal yang merusak diri kita itu hal yang benar. Kita tahu pikiran kita bisa lebih, bahkan Sangat rentan terhadap perubahan yang bersifat merusak. Belum juga di coba sedikit, udah kalah, menyerah. Dan banyak hal lain yang Allah tempatkan cobaan itu di awal dan kita masih sempat berpikir logis bahwa ini hal yang salah yang akhirnya kita dapat menemukan jalan keluar, meskipun banyak tarik ulur dan pasang surut dalam mengatasinya.

Disini kita mulai berpikir, bahwa Allah menempatkan kita dalam keadaan seadil-adilnya. Kita mungkin tidak akan kuat jika dicoba dengan hal yang lain, misal hidup dengan keadaan buta sekaligus tuli Atau bahkan hidup tanpa tangan dan kaki dari lahir. Dengan keadaan yang sangat lemah sekarang, mungkin kita tidak akan mau untuk bekerja. Lain halnya dengan yang lain. Mungkin saja mereka yang buta tidak mungkin kuat jika ditempatkan di tempat kita sekarang. Bahkan mungkin bila kita misal dilahirkan di tengah masyarakat yang hancur seperti wanita yang melacurkan dirinya, sex bebas, dan gemerlap hidup seperti di Jepang atau negara barat seperti di benua Eropa atau Amerika, belum tentu kita kuat, atau bahkan belum tentu kita bakal mengenai Islam.

Dari sini kita mengerti maksud dari pernyataan bahwa Allah tidak akan memberi cobaan lebih dari kemampuan makhluk-Nya. Dalam arti lain Allah tidak membuat cobaan lebih berat dari pada mental hamba-Nya tapi bukan berarti Allah meniadakan atau memberi cobaan yang lebih kecil dari satu manusia terhadap manusia lainnya.

Menurut pendapat kita secara kasar, mungkin Allah menempatkan semua manusia dan jin itu ditempat dimana dia mampu berjalan di atas jembatan keseimbangan dan harus melaluinya untuk mencapai garis finish yaitu batasan umur masing-masing untuk mendapatkan surga dan jika dia gagal sampai ke garis finish maka dia akan jatuh ke dalam neraka. Ini hanya sebuah analogi kasar. Tapi coba bayangkan bahwa hidup ini adalah jembatan itu, dan Allah memberi setiap hamba-Nya jembatan yang khusus dan berbeda dari yang lainnya.

Orang pertama mungkin diberi jembatan yang luas dan pendek, tapi di kanan kiri ada banyak toko penjual makanan dan dia membawa banyak uang. Seharusnya dia bisa sampai ke garis finish itu, tapi karena terkena dengan mewahnya makanan yang dihidangkan, dia lupa untuk berjalan. Contoh realistiknya adalah orang yang doyan kuliner tapi gak pernah peduli soal solat.

Orang kedua mungkin jembatannya hanya seperti sehelai rambut, dia membawa pedang dan perisai dan di kanan kiri banyak tombak yang ingin menghujamnya. Banyak juga tangan yang diulurkan padanya untuk sejenak beristirahat di sofa di samping jembatannya. Mungkin ini bisa diibaratkan seperti orang miskin yang hidup di daerah perang di masa penjajahan dan sofa empuk tadi adalah para penjajah yang mengiming - imingi kekayaan dan kemudahan hidup dengan syarat harus berkhianat kepada teman-temannya.

Ini semua hanya retorika di benak saya.

Mungkin kalian akan berpikir, "tapi kok cobaannya gak sama?"

Coba bayangkan kalau org yg kurus di suruh angkat beban 200 kg sedangkan yang badannya sudah seperti binaraga cuma disuruh angkat 2 kg. Kalau kalian berpikir seperti itu maka kalian salah. Ini hanya hipotesis pribadi, menurut saya Allah mengukur kekuatan kita dari kekuatan mental kita. Maka saat kita melihat orang lain terlahir di komunitas orang kafir dan kita sebagai muslim. Berarti Allah mungkin menempatkan kita sesuai dengan kapasitas otak kita. Kalau seandainya mereka yang ada lahir dikomunitas kafir dilahirkan ditempat orang lain, mungkin itu akan membuat cobaan yang didapat menjadi terlalu berat atau terlalu ringan untuk dia, maka akan terjadi ketidakadilan.

Maka dari itu yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana menemukan/mempertahankan kebenaran. Kita yang lahir dikomunitas muslim tidak lebih ringan ukuran cobaannya dari pada yang terlahir di tengah-tengah masyarakat yang rusak. Ini mungkin keadilan yang di berikan Allah kepada kita. Dan selanjutnya kitalah yang harus memutuskan apakah kita akan berusaha untuk berpikir menemukan kebenaran atau malah tidak peduli dan akhirnya tersesat tengah tradisi dan kenyamanan hidup kita.

Hal ini berlaku bagi Setiap orang, bukan hanya non-muslim, namun orang-orang Islam juga. Kita harus terus berpikir, jangan sampai kita terjerumus. Bahkan bisa jadi, apa yang kita ikuti selama ini salah karena hanya melakukan "menurut tradisi" atau "menilai kebenaran dari banyaknya orang" dan akhirnya mengesampingkan Wahyu dan logika. Singkat cerita, seharusnya kita mengunakan akal, tapi jika akal berbenturan dengan Wahyu (Al-Quran dan Sunnah), maka kita harus tunduk. Tidak bisa dipungkiri bahwa di zaman sekarang apa yang ada di Al Qur'an dan hadist bisa dibuktikan secara nyata di ilmu pengetahuan modern. Namun bukan berarti yang belum masuk akal diakal - akalin akhirnya kita tidak tunduk pada Al Qur'an dan Sunnah.

Kembali ke topik, seperti saat kita memilih apakah hidup di dunia ini hanya untuk bekerja, makan dan tidur atau harus ditambah ibadah? Atau apakah kita memilih bahwa hidup itu harus, kerja, liburan, tidur , makan, foto-foto dan hal semacamnya? Atau memilih untuk tidak melakukan apa-apa?

 Ini yang membuat saya berpikir kenapa saya selalu menginginkan waktu untuk satai di kamar tidur setelah kerja, makan dan tidur? Kenapa harus ada waktu santai? Kenapa harus terdoktrin seperti itu? Kenapa harus pacaran? Kenapa harus belajar? Padahal di waktu yang sama ada orang lain yang tidak peduli dengan waktu santai dan menggantinya dengan kerja sampingan dan ada yang tidak peduli mengenai tidur harus 8 jam tldan mementingkan ibadah. Ini semata-mata pilihan kita jadi kita tidak bisa menyalahkan orang lain di akhirat kelak. Kita harus tau bahwa sikap kritis kita akan selalu diperlukan. Bukan hanya sekedar menerima apa yang ada tanpa tahu latar belakang cerita, sebab dan akibat yang konkret, bisa dibuktikan oleh akal dan pikiran. Mungkin kita akan dianggap gila karena banyak bertanya atau mungkin dianggap sesat.

Mungkin ada kasus spesial, yaitu ada orang yang GILA. Kita tahu bahwa di waktu dia gila dia tidak mendapatkan dosa atau pahala dan ada kasus seperti orang-orang yang berkebutuhan mental khusus atau idiot atau autis. Hanya Allah yang tahu bagaimana mereka akan ditimbang kelak. Mungkin mereka akan mendapatkan keringanan atau sejenisnya, tapi itu bukan urusan kita. kenapa? Karena kita masih sehat, jadi jangan berpikir hal - hal diluar jangkauan kita.

Lihat apa yang menjadi tujuan hidup kita.  Kita tadi mencoba menelusuri masa lalu, sekarang waktunya kita melihat masa depan. Karena semua masalah sudah teridentifikasi, maka sekarang yang harus dilakukan adalah mengorganisasikan bagaimana kita akan hidup kelak. Apakah uang jadi prioritas? Agama? Ilmu? Gaya? Punya rumah sendiri? Harus gaji 3 juta baru dikatakan normal?

Mungkin sebagian dari diri kita baru menyadari bahwa hal itu semua sangat relatif. Apalagi soal uang. Perspektif dalam kehidupan sangat penting. Ini dapat menentukan masa depan terutama soalan hidup setelah kita mati. Mungkin ini tidak diteliti oleh sebagian banyak orang atau bahkan kebanyakan tidak mau ambil pusing, pokoknya makan, bisa merokok, nongkrong gaji UMR dan semua beres.tapi ketahuilah itu semua salah. Karena kita tidak merincikan bagaimana kehidupannya akan berlangsung, membuat kita bisa menjadi orang yang tidak tahu tujuan, bahkan bisa jadi tidak tahu kebenaran. Contoh realistis tentang mencontek, semua orang menganggapnya salah, tapi kenapa masih banyak yang melakukannya? Dimana guru - guru mereka? Dan yang lebih penting lagi, dimana orang tua mereka? Apakah mungkin mereka tidak mau tahu urusan sekolah anak-anak mereka? Yang lucu adalah disaat kita tahu bahwa kita adalah bagian dari lingkungan yang lucu itu, di satu sisi kita disuruh sholat, tapi kita tidak pernah disuruh jujur. Disini disuruh menjadi pintar tapi mereka tidak mencontohkan bagaimana rasanya kerja keras. Dan sepertinya kehidupan jadi serba salah saat kita mencoba mengkoreksi tapi malah kita yang merasa disalahkan, padahal kita benar. Jangan anggap ini sebuah omong kosong belaka.

Contoh lain adalah bila mungkin kita ditempatkan sebagai guru yang mengawasi jalannya ujian, apa yang kita lakukan Jika kita menemukan 80% siswa sedang mencontek? Sebelum anda menjawab, ada beberapa kondisi yang saya tempatkan. Pertama, bagaimana jika anda disuruh untuk diam oleh gkepala sekolah lainnya? Bagaimana nasib sekolah bila ada banyak muridnya yang nilainya jelek dan tidak naik kelas nantinya? Bagaimana dengan nilai akreditasinya? Kepopuleran sekolahnya? Bagaimana jika anda disuruh keluar dari ruangan, baca koran atau sejenisnya saat ujian berlangsung? Bagaimana jika anda terancam dipecat, dipindahkan ke TU dan di blacklist dari institusi ini serta disebarkan bahwa anda terlalu tegas dan membuat banyak murid gagal dan membuat sekolah memiliki reputasi buruk? Bagaimana jika anda disuruh memalsukan nilai di rapot siswa? Misal bila ada dua siswa yang pertama aslinya dia bodoh karena tidak pernah belajar tetapi tidak pernah membolos sekolah dan santun. Yang kedua orangnya jenius tetapi jarang masuk kelas? Bagaimana penilaiannya?Apakah adil kalau  dua-duanya diluluskan atau tidak diluluskan? Disini saya hanya mengajak untuk berpikir lebih kritis masalah moral yang tentu saja meskipun ada banyak lulus dan jadi sarjana, belum tentu penilaiannya terhadap moral ikut terangkat sampai ke taraf sarjana.

Banyak hal kompleks terjadi di hadapan kita. Kalau kita tidak hati-hati dan menetapkan tujuan bisa - bisa kita bakal goyah, pendirian kita bahkan akan runtuh jika mendapat persoalan kompleks. Atau bahkan "sense of justice" kita akan memudar dan menganggap hal itu biasa saja. Kalau tidak terus fokus, bisa-bisa besoknya kita jadi koruptor atau penjahat.

Kenapa saya bisa bilang begitu? Contoh sederhana. Tidak layak jadi guru bila guru tidak tahu orang mencontek di kelas. Sebab tidak mungkin mereka tidak tahu bahwa banyak dari siswa mereka yang pasti suka geleng-geleng kepala sampai menghadap kebelakang, bicara bisik-bisik, lihat hape didalam kelas, padahal itu semua sebenarnya kelihatan dengan jelas. Boleh dibilang sebenarnya mereka tahu tapi tidak mau mengusik, soalnya kalau banyak orang yang gagal di mata pelajarannya maka guru itu bisa-bisa dianggap gagal. Padahal bisa dibilang bahwa dia memang gagal antara muridnya tidak mengerti apa yang dibahas karena guru nya tidak mau ambil pusing membahasnya dan suka nyolong waktu belajar yang aslinya 2 jam menjadi 1 jam dan tanpa diganti atau memang gagal karena sebagai guru dia tidak mau tahu apakah muridnya benar-benar paham dengan apa yang dikatakannya. Minimal kasih lah referensi.

Anyway, itu cuma contoh masalah contek - mencontek dan tabiat yang jelek. Coba kita aplikasikan hal ini di kehidupan kita. Seberapa kompleks kah itu ? Banyak sekali hal yang harus diperbaiki, dari pernyataan dan kekuatan mental kita. Misal, bagaimana jika anda bekerja sebagai salesman dan dituntut untuk mencapai target dengan kondisi tertentu dan tidak boleh melakukan kecurangan atau menjual di area selain yang ditunjuk. Apakah anda yakin bisa menepati nya? Padahal sudah bilang iya, tapi kadang banyak sekali ujian dan fakta yang saya lihat dilapangkan menunjukkan bahwa semua orang bisa terjebak di hal yang sebenarnya tidak patut untuk dilakukan itu karena masalah ekonomi. Akhirnya, lahan orang lain bisa diembat juga, presentasi ke customer dengan cara membohongi customer menjual harga dibawah standar alias jual rugi demi keberhasilan sales. Belum lagi hal penting lain khususnya sebagai muslim, misal bagaimana sholatnya? Bagaimana pakaiannya (khusus wanita). Banyak hal yang harus diperhatikan, hal - hal kecil dengan seksama. Ini mungkin hal remeh bagi orang non-muslim tapi bagi muslim kejujuran itu penting. Jangan sampai anda menyuruh anak istri anda sholat tapi tidak pernah menyuruh untuk jujur. Jangan sampai anda menyuruh putri anda sholat tapi tidak pernah menyuruh nya ke pengajian dan menutup aurot. Dan untuk terakhir kalinya saya tekankan. Bahwa persiapan mental menuju masa depan harus dipersiapkan betul-betul dan disertai ilmu agama, khususnya kejujuran agar hidup kita tidak jadi lebih buruk atau hilang arah karena dihukum oleh Allah karena ketidakpedulian kita.

Cobaan memang sangat berat, dan kadang kita melenceng daripada yang seharusnya. Itu semua hal yang biasa dalam hidup, namun bukan berarti kita mengatakan bahwa adalah hal yang lumrah untuk berbuat keji dan mungkar, padahal semua itu bisa jadi penghambat kita melintasi jembatan kehidupan dan melewati garis finish yang seharusnya membawa kita ke surga.

No comments:

Post a Comment

Artikel Pilihan

Inspirasi Membuat Blog dari Nol tanpa Pengetahuan tentang Internet

Anda ingin punya blog yang terkenal? punya adsense banyak? ingin cuma tidur-tiduran di rumah dan dapat penghasilan yang banyak? Tidak s...