Friday, November 11, 2016

Alasan Kenapa Hanya Sedikit Orang Yang Berhasil Menggapai Mimpinya

Sudah 12 hari sejak tulisanku yang terakhir. Bukan bermaksud untuk berhenti menulis, tapi aku mulai berpikir tentang sebuah jalan pintas menuju cita - cita. Bukan hal yang sederhana memang, apalagi jika hal yang kita benar - benar inginkan sangat jauh dari jangkauan kita. Atau mungkin bahkan untuk membayangkan apa saja yang harus dilakukan untuk bisa menggapainya.

Seminggu ini banyak yang aku tahu tentang yang namanya berusaha dengan serius dengan sepenuh hati. Cobaan untuk berkata "tidak" dan "nanti" selalu saja muncul. Dari molor dan menunda pekerjaan selama berjam - jam(tapi akhirnya dikerjain juga) sampai ketiduran, diare berkepanjangan, kegalauan soal dengki dan iri terhadap orang lain. Atau bahkan hanya melamun dan menonton channel di youtube. Semua itu berputar terus - menerus dan membuat pusing tujuh keliling.

Satu hal yang membedakan kita yang sampai sebegitu lamanya menanti keberhasilan tapi tidak pernah berhasil - berhasil dari mereka yang sudah berhasil dan sukses. Hal tersebut membuat perbedaan yang cukup besar, apalagi di zaman yang serba sibuk. Sibuknya sih bukan karena kita benar - benar sibuk, tapi lebih menjurus ke hal - hal yang seharusnya bisa kita hindari seperti bermain sosmed.

Sosial media jadi musuh pertama dari pembeda ini. Coba bayangkan saja berapa waktu yang kita buang hanya untuk melihat Timeline ALIAS update-an dari Facebook, BBM, Path, Instagram dan media sosial sejenisnya, atau bahkan YOUTUBE. Bayangkan kita meluangkan waktu sebanyak sepuluh menit setiap kali kita melihat wajah - wajah teman kita di sosmed. Berapa kali kita melakukannya dalam sehari? 3 kali, 4 kali atau 10 kali. Bila kita hitung setiap kita menghidupkan hape android kita masing - masing sebanyak 6 kali sehari (6 x 10 menit = 60 menit), yang berarti kita menghabiskan waktu sebanyak 60 menit untuk melakukan hal yang sama.Padahal kita bisa melakukan hal lain yang lebih produktif, mungkin belajar memasak, bahasa asing, atau mendalami mata kuliah yang seharusnya mudah untuk dikuasai tetapi gara - gara Hape hal tersebut tidak pernah kesampaian.


 Atau mungkin kita bisa membuatnya menjadi lebih aktual dengan membaca sebuah cuplikan artikel dari tribunnews.com berikut ini,(kalo kalian menganggap perkataanku ini sok tau).


Secara rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu dengan smartphone-nya selama 5,5 jam sehari dan membuka 46 aplikasi dan alamat website.

Bayangkan seberapa tidak produktifnya kita saat ini. Dan pada saat yang sama kita selalu mengatakan pada diri kita sendiri bahwa kita tidak sanggup, hidup terlalu berat, nilai kuliah hancur. Tapi pada sisi lain ternyata yang kita lakukan selama ini cuma menjadi seorang autis yang memegang hape masing - masing selama itu.

Bayangkan saja kalo seandainya smartphone tidak pernah dibuat. Berarti orang lain akan melihat anda seperti patung karya Auguste Rodin yang bernama Columbia Thinker alias patung berpikir yang dibuat pada tahun 1902. Patungnya yang sedang duduk dengan menatap kebawah dengan satu tangan di dagu dan satu tangan di paha sepertinya cocok bila di bandingkan dengan kondisi kita saat ini. Bedanya adalah pada saat patung itu dibuat, tidak ada namanya telepon genggam. Diam termenung melihat hape, dan jadi autis sendiri.


Untuk para pecandu sosial media yang tak terkecuali aku sendiri, Hal tersebut sebenarnya bukanlah hal yang patut dibanggakan. Melakukan sesuatu yang berlebihan itu tidak akan pernah baik. Dengan waktu sebanyak itu, 5.5 jam  setiap harinya, berarti selama 2000  kita telah menghabiskan 11.000 jam melakukan hal yang sama terus - menerus tanpa membuat perubahan yang signifikan dalam hidup kita.Bukannya bertambah pintar, tetapi kalian akan tahu faktanya bahwa kita membuat uang kita untuk melakukan hal - hal yang sudah "berlebihan dalam porsinya".

10000 jam adalah waktu yang kita butuhkan untuk menjadi seorang ahli dalam melakukan sesuatu. Teori ini dicetuskan oleh Malcolm Gladwell. Entah itu bermain gitar, menjadi seorang sales, animator, programmer, penulis. Tapi yang kita lakukan adalah menjadi "sang patung pemikir" yang tidak melakukan apa - apa.

Yang dapat aku ambil dari sini adalah kita bisa melihat bahwa menginvestasikan sesuatu untuk kesuksesan tidak harus dengan uang. Teori berlatih selama 10.000 jam ini pun bisa jadi lahan investasi kita. Tapi apa yang terjadi bila kita menginvestasikannya kepada kebiasaan yang melampaui batas ini?

Kebiasaan itu ibarat semua otot yang jika dilatih terus - menerus lama - lama akan menjadi kuat. Maka sebenarnya kebiasaan itu sendiri dapat diartikan sedemikian rupa. Bisa dikatakan bahwa kita sebenarnya terlalu banyak membuang waktu dan merenungi nasib.

kembali ke pembeda antara kita yang belum sukses dan yang telah sukses. Apakah itu?

Jawabannya adalah Fokus. Seperti sebuah pisau, ataupun jarum. Mereka tajam karena mereka diasa untuk menjadi sangat tipis dan sangat tajam. Ketidakmampuan kita untuk membuat diri kita fokus dan mengesampingkan hal - hal lain membuat kita lalai dan lupa. Banyak sekali masalah yang akan muncul. Dan di saat itulah godaan - godaan akan terjejer dengan jelas, menanti untuk dipilih dan diprioritaskan agar kita dapat mengesampinkan fokus kita terhadap masa depan kita.

Hal ini tidak diajari disekolah, hal ini tidak diajari secara langsung oleh orang - orang di sekitar kita. Justru mereka yang tidak tahu dan fokus mencari tahu tentang hal inilah yang malah menemukannya di tempat yang tidak teduga.

Mengetahui bahwa kita harus bekerja keras saja tidak cukup, karena banyak ilmu yang harus berjalan berdampingan dengannya. Seperti kata "FOKUS" ini sendiri. Kita hidup dengan jumlah waktu yang sama, 24 jam sehari. Jadi jangan menganggap kita kurang pantas untuk mencapai kesuksesan.

Akan ada saat dimana semua berubah, saat kita benar - benar melakukan hal ini sebaik - baiknya dan bukan hanya membaca blog ini untuk sekali saja dan melupakannya. Faktanya adalah selama seminggu ini aku belajar tentang bahasa pemrograman dan ketika semangat mulai turun, yang aku lakukan adalah membaca motivasi - motivasi orang - orang yang bisa memotivasi dan terus - menerus membacanya sampai semangat bangkit lagi.

Kebiasaan ibarat otot, maka pikiran yang positif pun juga merupakan hal yang sama. Kita menggunakan otot otak kita dan neuron yang terhubung di dalamnya. Semakin kita melakukannya, maka semakin baik diri kita mempraktekannya.

Jadi jika motivasi dan pikiran positif kita bisa dilatih seperti otot dan kemampuan belajar kita, kenapa kita harus takut dengan orang - orang pintar diluar sana? Kita bisa menjadi seperti mereka. Jadi jika kalian ingin merubah nasib seperti saya, Batasi aktifitas sosmed kalian dan mulai "FOKUS" mencari cara untuk merubah nasib masing - masing. Ini cuma masalah fokus, bukan hal yang lain.

No comments:

Post a Comment

Artikel Pilihan

Inspirasi Membuat Blog dari Nol tanpa Pengetahuan tentang Internet

Anda ingin punya blog yang terkenal? punya adsense banyak? ingin cuma tidur-tiduran di rumah dan dapat penghasilan yang banyak? Tidak s...